Someone Like You - Adele

"​I hate to turn up out of the blue uninvited. But I couldn't stay away. I couldn't fight it. I'd hope you'd see my face. And you'd be remindered, that for me, it isn't over..."

     “Pagi dear” sapa Arga sambil mengecup kening Allune.Yang dikecup perlahan membuka matanya. Ia melirik sekilas ke arah jam dinding di kamar mereka. ‘Ah, sudah jam 11 siang.’
Allune merenggangkan badan dan pelan-pelan bangkit dari tempat tidur menuju ke dapur. Ia melihat Arga sudah rapi dengan seragam dan topi terbangnya. “Mau berangkat?”
“Iya, aku ke Jogja dan Denpasar, lanjut nginap di sana. Aku udah siapin sarapan buat kamu, langsung dimakan ya, nanti keburu dingin. I need to go, love you dear.” Arga menarik kopernya dan membuka pintu perlahan. Sejenak ia membalik badan dan berharap Allune menyusulnya paling tidak sampai ke mobil jemputan. Percuma saja. Sudah setahun usia pernikahan mereka, Allune tidak pernah sekalipun melakukan hal-hal semacam itu. Jangankan membuatkan sarapan, bangun pagi saja susah.

 Bukannya Arga ingin banyak menuntut, hanya saja sesekali ia iri dengan cerita co-pilot atau bahkan supir penjemput yang selalu diantar kepergiannya dengan istri masing-masing. Selalu diberi doa agar selamat dan bisa kembali pulang berkumpul bersama keluarga. Rasa cinta yang membuat Arga selalu bersabar selama ini pelan-pelan mulai terkikis dengan pertanyaan besar dalam hatinya, ‘apakah Allune mencintainya, seperti ia mencintai gadis itu?’
Allune memandang sepiring mie goreng di atas meja yang sengaja dimasak Arga sebelum ia berangkat. Hatinya galau memilih antara kelaparan atau kegendutan karena hampir setiap hari makan mie instan. Ia sudah berkali-kali menyampaikan keinginannya untuk mempekerjakan pembantu yang menetap di rumah namun Arga selalu menolak karena menganggap itu adalah pengeluaran yang tidak perlu. Toh di rumah itu mereka hanya tinggal berdua, pembantu panggilan yang datang sekali sehari sudah cukup bagi Arga.
“Bayangin kalau ada Mbak di rumah, kita gak bakalan bisa making love di atas meja makan atau di sofa ruang tamu, kan?” itu alasan Arga setiap kali Allune minta pembantu yang menetap di rumah. Alasan yang dibuat-buat sebenarnya karena mereka jarang sekali menggunakan ruangan di rumah itu untuk kebutuhan seksual. Arga lebih sering membelikan Allune tiket pesawat untuk menyusulnya dimanapun ia menginap. 
“Coba ada pembantu, kan gue bisa makan sehat. Bukan makan mie terus!” keluh Allune sambil membuang mie goreng buatan Arga dan menelfon nomor pembantu panggilannya.
“Halo Mbak, ke rumah sekarang bisa engga? …. Iya, Allune mau titip masakin Capcay yah Mbak, tanpa nasi. Allune lagi diet. Makasih Mbak…”
Ia melihat sekilas mie goreng yang baru saja dibuangnya dan membatin ‘ah sudahlah.  cuma mie goreng ini.’
Allune tak sadar bahwa Arga belum benar-benar pergi dari rumah. Ia melihat dengan jelas Allune membuang masakannya tanpa merasa bersalah sama sekali. Saat itu, sebuah hati telah terluka.
***
“….Atas nama Captain Arga Malligan dan seluruh awak pesawat yang bertugas mengucapkan terima kasih dan sampai bertemu kembali di penerbangan Hawk Air berikutnya.” Andin kaget mendengar announcement yang baru saja disampaikan oleh seorang pramugari sesaat setelah ia mendarat di Bandara Ngurah Rai Denpasar. Saat pesawat berhenti, ia sengaja turun belakangan. Setahun belakangan ini Arga selalu menolak untuk bertemu dengannya, tidak disangka hari ini mereka bisa bertemu tanpa sengaja.
“Permisi, maaf Mbak, mau tanyaSaya boleh ketemu Captain Arga sebentar? Bilang saja dari Andin, temannya.”
“Tunggu sebentar ya, saya bilang ke Captain dulu.” Jawab sang pramugari ramah. Ia membuka pintu cockpit dan Andin sekilas dapat melihat Arga di dalam sana. Ternyata memang benar itu Arga!
“Capt, maaf, ada penumpang yang bilang mau ketemu Captain. Katanya dia temen Captain, namanya Andin. Yes or no?
Arga kaget. Alisnya naik sebelah tanda ia sedang berpikir keras. Ada suara yang sayup=sayup merayunya untuk menemui Andin, namun ada suara lain yang berkata bahwa ia hampir melampaui batas. Bertemu Andin sama saja dengan memancing masalah yang lebih besar ke rumah tangganya.
No. Tolong bilang saya lagi sibuk, dan sampaikan salamsaya ke dia. Anyway please, jangan bilang apapun tentang perempuan ini ke istri saya.
Pramugari itu mengangguk dan membuat gerakan mengunci bibir tanda bahwa ia tidak akan berkata apapun. Siapa juga yang mau cari mati sama Captain instruktur galak satu itu? 
“Mbak maaf sekali, Captain saat ini sedang sibuk dan tidak bisa bertemu. Tapi Captain menyampaikan salam untuk Mbak. Ada lagi yang bisa saya bantu?” 
Andin terlihat kecewa. Entah kenapa setelah Arga menikah, Andin baru menyadari bahwa ia benar-benar mencintai Arga dan selalu penasaran dengan pria itu. Selama ini Andin selalu berpikir bahwa Arga hanya memakai Allune sebagai pelarian darinya. Namun ternyata Arga benar-benar setia dan sama sekali tidak pernah menolehnya lagi.
“Oh. Gak ada Mbak, itu aja. Makasih ya.”
Andin menuruni tangga dengan perasaan kesal. Harusnya iatahu dari awal Arga tidak akan pernah mau menemuinya. Lagipula siapa sih yang dulu dengan bodohnya membuang pria sebaik Arga hanya karena beda agama? Laki-laki yang seagama dengannya belum ada yang bisa memikat dan membuat Andin penasaran seperti yang Arga lakukan. Paling tidak, belum ada pria yang mampu membuatnya bergairah setelah melepas Arga. Ia terlambat menyadari bahwa Arga adalah pria terbaik yang bisa ia dapatkan. Dan kini pria itu sudah mengacuhkannya dan berpaling dengan gadis bocah yang tidak lebih cantik darinya.Itu membuatnya semakin kesal!
“Din! Andin!” teriak Arga dari ujung tangga. Andin menoleh dan terlihat senang sekali karena Arga tiba-tiba berubah pikiran. Arga menuruni tangga dengan ragu-ragu.
Hai kapitano. So busy up there, huh?
“Yea… Begitulah. Ada apa?”
“Hem… Nothing. Kebetulan aja kita di penerbangan yang sama, gak enak aja kalau gak nyapa. Kamu nginep di sini?”
“Ya.” Arga terlihat ragu untuk melanjutkan kalimatnya.Namun Andin sepertinya dengan mudah menebak apa yang akan Arga katakan.
Can we have a couple of coffee or something? Ada starbucks kok di bandara.”
Good idea. Kamu tunggu aja aku disana. Aku nyusul.”
Arga buru-buru menaiki tangga dan masuk ke dalam pesawat. Ia menurunkan koper dan berpesan pada co-pilotnya agar mereka jalan duluan menuju hotel. Arga akan menyusul dan mengabari mereka kalau sudah tiba di hotel tempat mereka menginap.
Ia memakai topi dan kacamatanya kemudian segera menuju starbucks untuk menemui Andin. Entahlah. Setelah berkali-kali ia menolak ajakan Andin untuk bertemu dengannya, kali ini ia merasa sedang sangat membutuhkan tempat untuk bercerita. Mungkin Andin adalah orang yang tepat. Bagaimanapun juga Andin adalah Allune versi dewasa. Arga berharap Andin bisa memberinya nasihat untuk menghadapi gadis itu. Atau, entahlah.Andin memang terlalu menggoda untuk dilewatkan begitu saja.Terutama ketika Arga sedang rapuh seperti saat ini.
Sorry for waiting. Ada kerjaan di Jakarta?” Andinmengangguk. Ia menyesap macchiato pesanannya perlahan sebelum menjawab pertanyaan Arga.
“Yep! Sepeti biasa, harus menghadapi klien bawel yang menuntut untuk presentasi desain kantorku secara langsung. Aku sudah pesan vanilla latte buat kamu. Masih belum ganti kan?”
Arga sedikit tersentuh. Mereka sudah cukup lama berpisah tapi Andin masih mengingat minuman favoritnya. Sedangkan Allune selalu memesankan cappuccino panas untuknya, Allune selalu lupa meskipun Arga berkali-kali mengingatkan bahwa iahanya ingin minum Vanilla latte. 
Thanks.” Arga menjawab singkat sambil terus menatap vanilla lattenya.
“Omong-omong, kamu lagi ada masalah apa?” tebak Andin tiba-tiba. Gadis itu hapal betul kebiasaan Arga yang sering menatap kosong kalau ada masalah besar di hidupnya.
“Allune…” desahnya singkat. Arga tidak tahu harus memulai dari mana. Yang jelas ia ingin sekali mencurahkan semua isi hatinya, semua uneg-uneg yang selama ini hanya bisa ia pendam.
“Kenapa? I thought you both are happy with your marriage.” 
I am. Aku bener-bener bahagia, tapi Allune beda.Sepertinya dia tidak bahagia dengan pernikahan kami. Dari awal kami menikah dia memang sudah ragu. Aku pikir dulu aku bisa merubah perasaannya. Ternyata bahkan setelah setahun ini, jangankan membuatnya makin mencintaiku, kenyataannya dia malah semakin menjauh. I have no idea what I need to do.
Arga terlihat depresi. Ia menyalakan sebatang rokok dan menghisapnya dalam-dalam. Ia sudah lama berhenti merokok.Namun beberapa bulan ini ia mengalah dan kembali berpaling pada ice blast favoritnya.
We both were so wild, you know. Gadis liar itu memang sulit ditebak. Kadang malah ia terlihat begitu mencintaimu, padahal kenyataannya ia hanya mempermainkanmu. Dan aku terlihat mempermainkanmu, kenyataannya aku sangat mencintaimu,” Andin menatap Arga tajam. Tatapan yang Arga hapal betul, bukan menggoda, tapi tatapan ketika Andin sedang bicara serius. Arga berontak dalam hati antara terbuai dengan perasaan Andin yang ternyata masih mencintainya dan perasaan bersalah kepada Allune karena menemui mantan pacarnya itu.
“Din, aku sudah menikah, harusnya kamu menghormati itu,” seru Arga gusar.
Hanya tinggal menunggu waktu hingga salah satu dari kalian menyerah dan berkata sayonara. Pikirmu, berapa lama lagi pernikahan tanpa cinta itu akan bertahan? Pada saatnya kamu akan lelah sendiri. See? Seperti yang kamu lakukan sekarang saat ini.” Ucapan Andin menyadarkan Arga. Andin benar. 
“Sudah malam. Mau lanjut ke Velvet?” tawar Andin yang langsung dijawab tidak oleh Arga.
“Aku sudah tidak pernah ke club lagi. Dan sudah berjanji tidak akan kesana lagi.”
“Huft… Sejak kapan Arga menjadi membosankan seperti ini? Allune yang memintamu atau tiba-tiba saja kau ingin menjadi seperti biksu Thong?”
“Bukan begitu, aku hanya ingin menjadi suami teladan yang pantas untuk Allune.”
“Kalau begitu lakukan ini sebagai temanku. Anggap saja kamu menemaniku kesana karena aku sedang memiliki masalah rumah tangga yang berat dan sebentar lagi akan bercerai. Ayolah, menjadi suami teladan bukan berarti lupa cara bersenang-senang!”
Arga berpikir sebentar, mungkin benar ia butuh sedikit refreshing. Kejadian beberapa bulan belakangan ini memang sangat mengganggunya. Tapi…
I won’t tell anyone, I promise.”
Belum sempat menolak, Andin sudah menggandeng tangan Arga dan berbisik di dekat telinganya. Tak lupa meninggalkan bekas kecupan di pipi Arga. Saat itu juga Arga kalah. Semua memori indah ketika mereka bersama tiba-tiba saja memutar di otaknya. Arga mencium Andin. Andin membalasnya. Mereka tidak peduli sedang ada di keramaian. Tidak peduli bahwa yang  mereka lakukan salah. Saat pria dan wanita dewasa yang pernah saling mencinta duduk berdua, hanya tinggal menunggu waktu kapan setan merasuki mereka.

Komentar

Koriatul Mahmudah mengatakan…
ditunggu kelanjutannya kak
Dewi mengatakan…
Lanjutannya dong... Penapsaran nih
Nasi Tumpeng Semarang mengatakan…
wah jadi gak bebas kalau ada ART ya :)
mediabelanjaunik mengatakan…
lagu faforit gua itu bro apalagi yang bawainnya ariel keren banget
Update mengatakan…
bagus ceritanya, semoga sukses jadi penulis ya...
Unknown mengatakan…
dibikin buku sabi nih
www.tips-indonesia.com
Unknown mengatakan…
Lanjutin dong kak dina crtanya 😬

Postingan Populer